Forever Young/Pixabay_jplenio |
Suhu
di bawah 0οC dari arah punggungku semakin mengganggu. Aku
memberanikan diri untuk kembali menganggkat kamera sambil melirik melalui bulu
mata. Mengintip siapa yang tengah berada di balik batang pohon besar ini.
Aku berpura-pura tersenyum ke arah kamera, lalu kembali
mengambil gambar dengan tanganku yang bergetar. Tidak ada siapapun di sini.
Hanya ada aku dan hembusan angin senja. Lalu dari mana asal hembusan beku itu?
Jika saat ini saja udara di ujung hidungku masih terasa hangat.
Mungkin aku hanya lelah dengan semua
perjodohan yang dilakukan orang-orang terdekatku. Kumatikan aplikasi kamera di
gawai; 6:00 P.M, penanda waktu yang muncul di telepon genggamku sebelum
akhirnya kumatikan dan memasukkan benda itu dalam tas. Aku memutuskan untuk
pulang. Tubuhku butuh istirahat.
Melaju bersama si putih di saat seperti ini
adalah pilihan yang melelahkan. Namun, aku tidak memiliki pilihan, kan.
Kumpulan kendaraan bermotor di sampingku membentuk barisan kemacetan di
belakang lampu lalu lintas yang berwarna merah. Lampu lalu lintas itu seakan
betah untuk tetap memancarkan warna merah dan beralih terlampau cepat ketika
sudah berwarna hijau. Aku terjebak dalam 2x lampu merah sekarang. Di lampu
hijau yang ketiga, aku dan si putih baru bisa meninggalkan antrian kendaraan
lain yang masih berjibaku dengan kemacetan. Benar-benar melelahkan.
Setelah melewati perjalanan yang
cukup menguras kesabaran akibat pengguna jalan yang tidak tertib, aku pun tiba
di kontrakan.
Sebuah rumah yang di dominasi warna putih. Bangunan
ini tidak memiliki banyak fasilitas. Hanya sebuah dapur, ruang tamu, dan 2
kamar tidur. 1 kamar tidurku dan 1 lagi adalah kamar tamu yang masing-masing
dilengkapi kamar mandi. Orang tua dan saudaraku terkadang menginap di sini.
Barang elektronik di sini juga tidak banyak tapi sangat cukup untuk membantuku.
Ada TV, kulkas 2 pintu, pendingin ruangan, mesin cuci dan kipas angin.
Setelah memarkir si putih, aku langsung menuju kamar
dan meletakkan tasku asal. Lalu meraih handuk untuk segera mandi. Namun, satu
denting ponsel menghentikan aktivitasku.
From: geofanihj@gmail.com
Dear Alika,
Apa kau sudah membaca pesanku?
Kuharap harimu menyenangkan. Terima kasih karena telah bekerja keras hari ini.
Jangan lupa untuk mengapresiasi diri sendiri. Oh ya, bagaimana jika kita makan
malam diluar malam ini? Ya… itung-itung sebagai apresiasi atas perjuanganmu
hari ini, aku ingin menraktirmu makan. Disamping itu, kita juga bisa lebih
saling mengenal.
Bagaimana?
Giovani.
Kulempar gawai itu ke atas ranjang. Dasar orang
sinting! Bagaimana mungkin aku mau makam malam dengan orang yang mendapatkan e-mail-ku dari jejaring sosial. Lelaki
itu benar-benar!
**
Ball room
hotel tempatku bekerja telah dipenuhi tamu undangan. Dekorasi cantik dan
beragam makanan mewah menggambarkan betapa meriahnya acara yang tengah
berlangsung. Sebuah pesta pernikahan. Aku mengenakan gaun berwarna pink dengan banyak taburan mutiara dan
kristal. Aku begitu bahagia, senyum 10 senti tidak henti menghiasi wajah. Rekan-rekan
kerjaku, Dona, Azka, Susan, chef Adrian,
chef Shane—guruku, Pak Joko—bos besar
yang menggajiku setiap bulan, dan sebagian besar tamu undangan juga tersenyum
bahagia.
Seorang pemuda berparas tampan menghampiriku. Aku
belum pernah bertemu dengannya sebelumnya. Namun, ia tidak terlihat asing. Mata
sipitnya terbingkai dengan alis hitam. Lelaki itu memiliki hidung dan rahang
yang… sempurna. Rambutnya yang tertata rapi senada dengan alisnya, berwarna jelaga.
Bagiku, ia kelewat fatamorgana untuk kutemukan dalam dunia nyata.
Baca Juga: Forever Young (1)
Senyumnya yang begitu tulus menghipnotisku. Dengan
sukarela aku mengalungkan tangan kiri di lengan berototnya yang dibalut tuxedo. Kami tersenyum, merasa sangat…
bahagia. Kami berjalan di atas karpet merah yang tergelar di tengah ruangan,
membelah para tamu hadirin yang tengah berbincang. Seluruh mata seakan berpusat
padaku dan lelaki di sampingku.
Tidak sedikit yang mengabadikan moment ini dengan
kamera di gawai mereka. Ucapan selamat dan doa-doa baik mengudara di
pendengaran. Butuh beberapa saat untuk menyadari kalau… aku tengah berperan
sebagai mempelai wanita dari pria titisan Dewa Yunani di sampingku.
Kini satu persatu hadirin membentuk
sebuah barisan panjang untuk menyalami kami. Banyak di antara mereka yang
tampak asing di penglihatanku. Aku menduga mereka adalah tamu dari suamiku.
Suami, satu kata itu terasa benar-benar canggung di lidahku.
Aku menoleh ke arahnya yang sedang
bersalam dengan tamu hadirin. Suara ramahnya terdengar renyah di telingaku.
Setelah mengucap beberapa basa-basi sebagai bentuk kesopanan, kenalan suamiku
itu pun berlalu.
Pemuda ini tidak hanya tampan, tapi
juga ramah dan sangat bisa membaur dengan siapa pun. Tidak hanya dengan teman
sebaya, tetapi juga mereka yang lebih muda dan para orang tua. Kepada mereka
yang memiliki jabatan penting seperti Pak Joko, ia juga terlihat tidak canggung
sama sekali. Sedikit berbeda denganku yang tidak bisa menyembunyikan kekakuan
di hadapan orang baru kukenal.
Kakiku mulai letih. Tamu yang
memenuhi ball room ini seakan tidak
berkurang melainkan terus bertambah. Aku mencoba tetap menampilkan senyum ramah
di tengah letih yang menyerang.
“Alika, kau lelah?” Suamiku mengajak berbicara. “Ini
tidak akan lama, bertahanlah.” Senyuman pria ini lagi-lagi seperti candu dan
mampu menghipnotisku untuk mengikuti perintahnya.
Aku membalas senyumannya dengan degup jantung
menggila. Sepertinya, aku tengah jatuh cinta, lagi. Setelah sekian lama pintu
hatiku kututup rapat dari lelaki mana pun yang mencoba mendekatiku. Kali ini
aku harus mengaku kalah. Lelaki di sampingku ini, hanya ia yang berhasil
memporak-porandakan pertahananku.
Lelaki ini, ia terlihat sangat berbeda. Aku
menduga-duga ia tampak seperti… malaikat. Wajahnya menampilkan ketenangan yang
luar biasa. Ia tidak cerewet tapi juga tidak irit bicara. Ia mampu bersikap
hangat dan menenangkan, hal yang tidak sembarang orang dapat lakukan. Bahkan
mantan kekasihku tidak bisa melakukan sebaik suamiku melakukannya. Ada kekuatan
magis dalam sorot mata cokelatnya. Dan aku sama sekali tidak menyesal
berkesempatan memilikinya, selamanya.
Sebuah sinar yang sangat menyilaukan membuatku
memicing dan tersentak. Aku mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menyadari.
Semua hal indah yang kualami barusan hanyalah sebuah bunga tidur. Ingatanku
meremang. Aku kembali terpejam, berusaha mengingat rentetan rekaman di alam bawah
sadarku barusan. Namun, nihil. Aku mengerang frustasi sambil mengusap wajahku
agresif. Mengapa mimpi seindah itu harus hilang dari ingatan?
Setelah mengumpulkan seluruh kesadaran, kuraih
ponselku di atas nakas. Jari-jariku menari di atas layarnya yang berkilau.
Menciptakan sederet kalimat di aplikasi chat
online yang sedang aktif.
Alika Geraldine V.:
Ma, mulai sekarang Alika bisa cari jodoh
sendiri. Jangan khawatir ya, Ma. Alika baik-baik aja. Kalau Mama percaya sama
Alika, Alika juga akan percaya dengan diri Alika sendiri.
Alika Geraldine
V.: Don, mulai sekarang, kamu sama anak-anak
nggak udah jodoh-jodohin aku lagi, ya! Jodoh aku udah dateng!
Perasaan lega memenuhi rongga dada setelah mengirim
dua pesan berbeda itu. Mimpi memang hanya sebuah bunga tidur. Namun tidak untuk
kali ini. Aku yakin sesuatu yang besar tengah menantiku.
Dering ponsel mengalihkan pikiranku. Sebuah pesan
balasan dari Dona.
Si Rajin Dona:
Yang bener, Al? Aku ikut seneng kalo gitu. Mulai sekarang, aku udah nggak perlu
khawatir sama kamu.
Aku berharap agar sahabatku itu tidak menaruh curiga
atas isi pesan singkatku barusan. Pesan dari mama menyusul balasan pesan dari
Dona.
Mama: Mama
ngerasa, kalau jodoh kamu memang sedang mendekat, Nak. Mama cuma bisa berdoa
untuk kamu. Berbahagialah, Alika.
Semoga semesta
memudahkan semuanya, Ma.
**
Membaca cerita ini membuat saya larut dalam tokoh Alika. Sukses, Kak
ReplyDeleteAamiin, makasih kak
DeleteAlika dan perjodohan. Cerita yang unik, karena beberapa tokoh terdekat Alika begitu getol menjodohkan Alika. Semoga Alika bertemu seseorang yang benar-benar melengkapi satu sama lain
ReplyDeleteAamiin. Mkasih sudh baca kak
DeleteAku merasakan bagaimana rasanya menjadi Alika, memasuki usia hampir 30 an tapi belum juga nikah, Dibilang picky engga juga, hanya belum menmukan yg pas di hati saat itu. nasib wanita seperempat abad lebih, heheh
ReplyDeleteSemoga segera mendapatkn jodohnya ya kk. Pas nulis cerita ini aku jd semakin sdar klau cerita hidup kita emang sudah ada garisnya. Kalau 'penulisnya' belum kasih tokohnya jodoh ya emang belum. Jd tugas kita sbg tokoh utama d crita hidup msg2 ya trs lewatin bab demi babnya sampai akhirnya ketemu di titik penulisnya emg sdh siapin smwnya kok
DeleteJujur awalanya kurang paham terlebih ini bagian kedua tapi pas baca bagian pertama jadi paham.
ReplyDeleteCeritanya bagus, Kak.
Jangankan umur 30-an, umur 20-an kalo belum punya pacar aja sering dijodoh-jodohkan sama temen kerja😅
Sering terjadi kak
DeleteSaya masih bingung dengan adanya stigmatisasi tentang usia dan menikah.
ReplyDeleteBukankah sedari kecil kita diajarkan bahwa rezeki, maut, dan jodoh adalah kuasa-Nya?
Jadi, manakala usaha telah maksimal dilakukan, lantas apa lagi yang masih dikhawatirkan?
Bner bgt pak. Suka bgt sm komentar bpk
DeleteAlika dan polemik perjodohannya adalah cerita yang menarik. Semoga Alika dapat dipertemukan dengan jodoh yang akan, bisa dan cocok untuk membimbingnya nanti.
ReplyDeleteMkasih sdh bca kak
DeletePerjodohan memang sudah ada sejak zaman dahulu, hal itu kebanyakan membuat dari satu pihak merasa tidak ingin perjodohan itu dilakukan. karena ada nya ketidak cocokan
ReplyDeleteKy temenku jg gtu. Tiap dijodohin mesti ga cocok
DeleteJodoh emang gak perlu dicari ya, kalo jodoh pasti mendekat sendiri
ReplyDeleteKy udh hukum alam gtu ya umma
DeleteBanyak terjadi di sekitar kita ngejodoh-jodohin orang. Bukannya berakhir baik malah berakhir buruk dan merenggangkan hubungan. Semoga kita gak perlu cemas dengan perkara jodoh ya. Ceritanya seruuu.
ReplyDeleteMkasih sdh bca kak. Kta org, fiksi bnyak yg terinspirasi dr kejadian nyata sih kak
DeleteSetiap orang punya waktu yang berbeda dalam menemukan jodohnya. Ada yang cepat, ada yang lambat. Bagi yang lambat tidak perlu putus asa, tetap yakin, kalau sudah waktunya jodoh itu pasti datang.
ReplyDeleteIya ummah bner bgt. Menurut org yg sdh berpengalaman sih gtu
Delete