Forever Young (4)

 

Forever Young/Pixabay

Gedung megah dengan lantai berkilau menyambut netra. Dinding dari gedung ini seputih susu, berlapis kilau pelangi. Ini bukan semacan wallpaper dinding atau hiasan interior yang biasa aku lihat di stasiun televisi favoritku.

Pendaran cahaya ini benar-benar pelangi. Warna merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu yang bergulung menjadi satu tanpa tumpang tindih satu sama lain. Luar biasa indah.

"Alika!" Panggilan dari sosok misterius ini kembali menyadarkan lamunanku. Keterkaguman menguasaiku kala melihat semua ornamen yang ada di ruangan super besar ini.

Cat dinding, meja, kursi, jendela, pintu, dan semuanya serba dilapisi kilau berwarna-warni seperti pelangi.

"Kamu siapa?" Pertanyaan yang entah telah keberapa kalinya kutanyakan, akan tetapi belum juga terjawab.

"Alika, kamu adalah manusia terpilih." Alih-alih menjawab, ia justru menambah tanda tanya di dalam kepalaku.

"Terpilih? Aku memang orang yang spesial. Tidak ada chef lain yang dipercaya Pak Joko untuk membuat dish spesial itu selain aku.

Aku harus secepatnya kembali ke dapur, atau aku akan kehilangan pekerjaanku, karir yang telah aku bangun susah payah selama lima tahun terakhir." jawabku asal.

"Alika, jaga sikap, ucapan dan perbuatanmu. Kamu adalah manusia terpilih. Lebih daripada itu, kamu sangat spesial hingga bisa menginjakkan kaki ke Rainbow Castle ini. Tidak sembarang orang bisa kesini." Ia tengah memperingatiku.

"Kalau kau menghawatirkan pekerjaanmu. Tenaglah, waktu di dunia manusia telah berhenti disaat kau pergi tadi.

“Semua akan kembali normal saat kau telah diizinkan untuk pulang. Kau sudah tidak merasakan lagi sesak di dada, kan? Kau tidak perlu repot-repot ke apotek, dokter atau apa pun itu. Cukup tenang dan diamlah disini.”

Semua yang ada di depanku, mulai dari gedung yang kelewat indah hingga beberapa fakta yang baru ia utarakan membuatku lupa akan sakitku.

Bahwa beberapa saat yang lalu aku nyaris mati lemas karena kehabisan napas. Udara segar kini mengalir di paru-paruku dengan bebas. Benar-benar lega. Sudah berapa lama aku mendadak sembuh? Entah lah. Aku terlalu sibuk terpana dan penasaran, kebiasaanku.

"Seperti yang sudah kukatakan tadi, kau adalah manusia terpilih. Bukan hanya karena kakekmu, Anthoni Valerie, yang mewariskan ini padamu. Namun juga karena kau telah dipilih langsung oleh King Wiliam.

"Mulai sekarang kehidupanmu tidak akan lagi sama seperti dahulu, Alika. Aku sudah mengawasimu selama ini. Aku tahu apa saja yang kau lakukan. Dan, King Wiliam memang tidak pernah salah memilihmu."

Aku menelan saliva yang terasa berat di kerongkongan. Perasaan takut mulai menggelayuti. Apakah ia adalah seorang penguntit misterius yang tidak kasat mata? Apa yang barusan dia bilang?

Dia tahu semua gerak-gerikku bahkan disaat aku sama sekali tidak tahu dia siapa? Dari mana ia berasal? Dan untuk apa ia melakukan semua ini.

"Namaku Kian Millian Wesley. Dan aku bukan penguntit seperti yang kau pikirkan. Aku memang tidak kasat mata dan kau belum bisa melihatku. Namun aku tekankan sekali lagi, aku bukan penguntit.”

 Sialan! Rupanya dia bisa membaca pikiranku. Aku merutuk dalam hati.

"Sekali lagi aku mengingatkanmu untuk menjaga sikap dan bicaramu. Dahulu kakekmu juga mendapat perlakuan yang sama. Edgar Pramudya, dia malaikat penjaga yang menjaga kakekmu. Kami berasal dari dunia pelangi. Dan tempat ini hanya ditempati oleh para malaikat penjaga dan manusia terpilih sepertimu.

“Keluarga Valerie telah tercatat dalam buku takdir sebagai Forever Young. Para Forever Young sudah pasti manusia terpilih, tapi manusia terpilih belum tentu Forever Young.”

Aku memijat pelipisku mendengar fakta yang baru ia sampaikan. Ini terlalu rumit. Aku bingung.

"King Wiliam? Forever Young? Manusia terpilih? Aku bingung, Kian. Lalu, apakah aku tidak bisa melihat malaikat penjagaku sendiri? Katamu disini tempat para malaikat penjaga, tapi aku sama sekali tidak melihat apa pun selain ruangan luas dengan ornamen berwarna pelangi," tanyaku bertubi-tubi.

"Baiklah, kurasa ada baiknya kau bisa melihat malaikat penjagamu sendiri. Namun, karena ini masih awal. Kau hanya bisa melihatku. Mungkin seiring berjalannya waktu, pelan-pelan, kamu juga bisa melihat para malaikat yang lain."

Diantara semua kata yang telah ia jelaskan padaku. Ini yang paling membuatku penasaran dan tidak sabar. Aku? Alika Geraldine Valerie, bisa melihat seorang malaikat karena warisan dari Kakek Anthoni. WOW!

Kian pun memperlihatkan wujud aslinya secara perlahan. Mulai dari kaki, betis, paha, perut, tangan, dada, lengan, leher, dan terakhir wajahnya.

Aku benar-benar takjub dengan semua yang kulihat. Kek, kenapa daridulu nggak pernah bilang kalau ada hal yang semacam begini di dunia? Ini nyata. Sangat nyata. Bukan khayalan, imanijasi ataupun fantasiku semata.

Baca Juga: Forever Young (3)

Hawa dingin kembali menerpa kulitku, merasuk hingga ke dalam pori-pori. Rasa ini menjalar di sekujur tubuhku. Apa ini sensasi yang kau rasakan saat bisa melihat sosok malaikat?

Aku tidak melepas pandangan seinci pun dari Kian. Seakan ada terpaan angin yang mengikuti bagian-bagian tubuhnya yang perlahan dapat kulihat.

Mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut. Kini aku semakin terkejut dan terpukau karena sosok malaikat yang ada di hadapanku benar-benar seperti apa yang aku imajinasikan. Apa mungkin imajinasiku senyata itu ataukah aku pernah memimpikan seorang malaikat?

Kian.

Laki-laki dengan kulit bersih. Memiliki tinggi kira-kira 170 hingga 180 cm. Ia sedikit lebih tinggi dariku yang hanya 160 cm. Rambutnya yang cokelat mirip dengan warna rambutku. Rahangnya yang tegas dan bibirnya yang tipis terlihat begitu sempurna.

Holy shit.

Ia benar-benar tampan.

Masih dalam keterkejutanku, ia berjalan mendekat ke arahku.

"Jangan terlalu mengagumiku, Alika.” Sepertinya ia tengah memperingatiku. Dan harusnya aku ingat, kalau-kalau ia memiliki kemampuan membaca pikiran. Tentu ia tahu kalau aku sedang mengaguminya. Ckck!

"Apa bedanya aku dengan orang lain? Kau mengatakan aku manusia terpilih." Aku menanyakan hal sama entah untuk yang keberapa kalinya.

"Selain karena kau merupakan keturunan dari Anthoni Valerie. Kau juga berhati bersih, alasan King Wiliam—raja para malaikat memilihmu sebagai manusia terpilih. Dunia ini hanya dihiasi oleh 2 warna, hitam dan putih, dan kau memilih untuk mengambil warna putih itu.

“Hanya para manusia yang mengambil warna putih yang bisa menjadi manusia terpilih, Alika. Dan Forever Young adalah mereka yang memiliki kelebihan fisik, mereka tidak akan menua. Lambat laun kau juga paham—apa yang sedang kubicarakan.

"Tugas awalku telah selesai. Memperkenal diri padamu dan memberi taumu mengenai kondisimu saat ini, sebagai manusia terpilih. Baiklah Alika, kita harus segera kembali, waktumu telah habis."

Kini Kian tengah menatapku sambil tersenyum. Tiba-tiba aku merasa tubuh seringan kapas. Kaki sudah tidak lagi berada pada pijakannya, aku melayang!

Dalam sepersekian detik, gravitasi yang sangat kuat mengelilingi. Aku benar-benar jatuh terjerembab ke dasar yang sangat jauh dengan tubuh yang seringan ini.

Kiannnnnnn!!!

Aku berteriak memanggil namanya. Ia mengaku sebagai malaikat penjagaku. Namun, saat ini aku seperti sedang jatuh dari mount everest? Aku takut. Amat sangat takut!

Aku memejamkan kedua mata begitu erat hingga membentuk guratan di sekeliling netra. Takut kalau-kalau tubuhku akan terhempas ke dasar bumi dan hancur berkeping-keping.

Aku masih merasakan angin dingin itu, semakin lama sensasi dingin itu semakin kuat. Bahkan sangat kuat.

Kian memegang tangaku, lagi.

"Jangan takut. Tenang. Ada aku." Aku kembali tidak bisa melihat sosoknya karena mata yang terpejam dan rasa takut masih menguasai.

"Bukalah matamu."

Aku mengintip dari balik bulu mata, perlahan membuka kedua irisku. Sensasi dingin itu berubah menjadi hawa panas saat aku menyadari kini aku telah berada di parkiran motor, di samping si putih. Kian mengembalikanku ke tempat semula sebelum ia menculikku.

Aku meraba tubuhku. Tidak kekurangan dan kelihangan suatu apa pun. Dan ketika aku meraba jantung. Aku merasakan debaran yang sangat kuat. Aku mengerjab dua kali. Ini bukan mimpi. Ini nyata. Dan ini masih siang.

Oh astaga, my dish, aku terinbat akan tanggung jawab yang sempat kutinggalkan. Aku harus segera menyelesaikannya sebelum Pak Joko tahu aku membolos. Dengan setengah berlari aku pun kembali menuju pantry, tempat aku seharusnya berada.

"Sudah baikan?" Azka memperhatikanku yang setengah berlari dari arah luar hingga ke pantry.

"Better," jawabku singkat sambil memakai apron dan merapikan rambutku akibat aksi roler coster-ku barusan. Aku tidak mau ada sehelai pun rambutku yang terjatuh di dish yang kusajikan terhingga terkesan menjijikkan.


Comments