Forever Young/Pixabay |
Hari ulang tahun adalah hari yang istimewa, hal lumrah bagi sebagian besar orang. Namun tidak bagiku. Aku tidak mengerti mengapa sebagian besar orang begitu menganggap hari lahir sebagai sesuatu yang spesial, di saat aku benar-benar ingin melupakannya. Selain karena di hari ini, umur selalu berkurang, ada hal buruk yang terjadi di hari lahirku ini. Ketakutan dan trauma itu masih menghantui. Menenggelamkan diri dalam rutinitas pekerjaan kerap kulakukan sebagai pengalihan.
Dan di hari ulang tahun pula, tahun ini aku bertemu
dengan Kian. Lelaki itu mengaku sebagai malaikat penjagaku dan perjalanan kami ke
Rainbow Castle. Dua hal yang membuat
logikaku berdentam hebat. Sesuatu yang sama sekali tidak pernah terlintas dalam
pikiranku. Kakek Anthoni tidak pernah bercerita apa pun mengenai manusia
terpilih, malaikat penjaga, forever young,
atau apa pun yang telah dijelaskan Kian barusan. Aku bingung.
Takut, cemas, dan penolakan, adalah hal yang kulakukan
saat mengetahui perubahan dalam hidupku. Namun, seperti yang Kian katakan tadi,
“Seiring berjalannya waktu, aku juga akan paham dengan sendirinya.” Aku masih
tidak tahu harus menerima atau menolak. Semuanya serba tiba-tiba dan begitu
cepat.
Membicarakan Kian, pertemuanku dengannya tidak merubah
apa pun jika itu mengenai pekerjaan. Restaurant
tetap seramai sebelum kutinggalkan tadi. Disaat-saat genting seperti jam makan
siang, aku berterima kasih karena Pak Joko memberi tim yang sangat professional
dan bisa diandalkan.
Kami bekerja secepat dan sesempurna mungkin.
Menghidangkan hidangan-hidangan terbaik sesuai pesanan. Dan juga mereka sama
sekali tidak mempermasalahkan kecerewetanku mengenai bagaimana makanan itu harus
terhidang di piring. Mulai dari kebersihan, tingkat kematangan, rasa, plating hingga seasoning. Mereka tim terbaik yang aku punya.
Aku beruntung untuk hal ini.
Disaat banyak orang mempermasalahkan bagaimana kejamnya
dunia kerja, aku justru merasa sebaliknya. Beruntung memiliki teman-teman dan
bos besar yang baik. Ditambah pula dengan gaji sepadan dengan kerja kerasku. Kebanyakan
para bos besar memperkerjakan para manusia layaknya budak dengan gaji yang tak
pantas.
Hari istimewa yang melelahkan telah usai. Aku pun
segera melepas apron dan seragam yang
menempel pada tubuh, meregangkan otot-otot yang terasa kaku lalu bergegas
menuju parkiran. Kemudian mengenakan helm dan segera melaju. Menggunakan motor
tentu lebih praktis daripada mobil, kan? Itulah sebabnya aku sangat suka
membawa si putih kemana pun.
Setelah berkendara selama 20 menit, aku memarkir motor
di sebuah tempat yang sangat sepi. Jam berapa pun, tempat ini akan selalu sesepi
ini. Aku melangkahkan kaki menuju sebuah pusara yang sudah lama tidak
kukunjungi. Langkahku terhenti pada sebuah batu nisan bertuliskan “Anthoni Valerie”.
Aku berjongkok untuk mensejajarkan posisi dengan nisan
usang itu. “Kek? Semoga kakek disana baik-baik aja ya. Hari ini cucumu ulang
tahun ke 26, kakek nggak mau ngasih ucapan selamat ulang tahun?” tanyaku sambil
terkekeh, menyelipkan nada humor dalam ucapanku.
Baca Juga: Forever Young (4)
“Seperti yang kakek tau, aku bercita-cita untuk
menjadi chef yang hebat. Dan sekarang
semuanya sudah terwujud. Seandainya kakek bisa liat dimana cucumu ini bekerja
dan nyobain masakanku, pasti kakek ikut bangga. Untuk kakek gratis, deh. Best
of best of me.
“Mungkin cucumu belajar dan bekerja terlalu keras,
terlalu perfectsionist sepertimu.
Disaat teman seusiaku sudah menimang anak, tapi aku masih sendiri aja kek. Harusnya
aku kesini nggak sendirian ya kek, tapi bawa cicit kakek.
“Namun, tidak masalah, kek. Aku nggak sedih kok. Cuma risih
aja dijodohin sana sini. Aku bisa kok, kek, cari jodoh sendiri, kakek percaya,
kan? Ternyata nggak cuma sifat kakek yang nurun ke cucumu ini, aku juga bisa
mengeliat malaikat. Tadi siang ada orang yang ngaku malaikat, kek. Kenapa bukan
jodoh yang duluan nyamperin, malah—“
“Alika!” Suara itu menghentikan obrolanku. Bukan
obrolan dalam arti yang sesungguhnya, karena aku hanya berbicara sendiri di
pinggir pusara kakek. Belum selesai menceritakan isi hatiku pada orang
tersayang, hawa sedingin es itu kembali menyapa.
Kian! Is that you?
Comments
Post a Comment