Pexels/JESHOOTS.com |
Tontonan membosankan yang sejak tadi menemaniku menunggunya pulang akhirnya tidak terdengar lagi.
“Tumben nonton TV?” tanyanya seraya duduk di sampingku.
“Biar rumahnya gak sepi. Gimana kerjaan hari ini?” aku balik bertanya.
“Alhamdulillah aku punya berita baik buat kamu.”
Ekspresi wajahnya terlihat antusias. Guratan lelah sehabis mengajar seolah menghilang. Adrian adalah salah satu guru les privat Bahasa Inggris.Biasanya, dia lebih sering untuk datang ke rumah murid-muridnya yang kaya itu dibanding ke tempat bimbingan belajar.
Profesi ini telah digelutinya sejak setahun sebelum kami menikah dan dari hasil ini kami menyambung hidup. Meski memiliki orang tua yang juragan sawah, tetapi Adrian tidak mau menggantungkan hidup pada mereka. Meski sesekali di akhir pekan, ia juga mengecek dan mengontrol ladang dan anak buahnya.
“Apa itu?” Aku ikut antusias yang memposisikan duduk benar-benar menghadap ke arahnya.
“Aku dapat 2 tiket konser idola kamu!” jawabnya.
Dahiku pun berkerut dan kedua alisku menyatu secara alamiah karena terkejut. Sebentar. Sebentar!
SHINee memang akan konser di akhir bulan depan dan war tiketnya sudah dimulai sejak kemarin. Namun, mengapa Adrian bisa tahu?
“Aku memang sengaja mau ngajak kamu nonton konser karena aku tahu kamu suka banget sama SHINee. Makanya aku cari tahu tentang mereka,” jawabnya menjawab kebingunganku yang tidak kusuarakan.
“Kamu gak lagi ngerjain aku ‘kan?” tanyaku penuh selidik.
Senyum manis itu belum luntur dari wajahnya. Ia pun mengambil ponsel yang ia taruh di tas kerjanya. Setelah menggulir layar beberapa kali, ia pun menyodorkan ponsel pintarnya ke arahku.
Dari layar benda persegi itu aku melihat huruf-huruf hangeul yang tidak kupahami dan sederet kode booking yang menandakan suamiku sungguhan berhasil mendapat 2 tiket untuk menonton konser ini.
Aku pun langsung memeluknya sambil berteriak.
“AAAAA, makasih banget! Akhirnya aku bisa juga ketemu sama Key!” ucapku.
Adrian pun mengelus punggungku beberapa kali sambil berkata, “Aku sudah bilang aku memang sudah negerencanain ini sejak lama. Kebetulan aja baru sekarang bisa terwujud.”
***
Aku mengecek lagi barang bawaanku. Ponsel, headshet, skincare, perlengkapan mandi, mukena, kaos kaki. Sepertinya semuanya sudah. Topi favorit Adrian juga sudah aku siapkan di atas kasur.
Kami akan berangkat hari ini setelah menyiapkan tiket pesawat, passport, dan visa. Tak hanya itu, Adrian juga harus menyerahkan beberapa tanggung jawabnya di kebun pada paman selama kami tidak ada. Kalau masalah mengajar, kebetulan murid-muridnya sedang dalam masa libur sekolah, sehingga ia tidak perlu izin untuk sekedar berbulan madu.
Sejak menikah 3 bulan lalu, kami memang belum sempat berbulan madu karena jadwal mengajar Adrian sedang padat. Selain itu, aku juga masih mengisi beberapa pelatihan daring.
Bagi orang yang tidak bisa membagi konsentrasi sepertiku, ada baiknya mengerjakan tugas satu per satu. Lagi pula aku ingin liburan dengan tenang tanpa memikirkan pekerjaan.
“Sudah siap?” tanya Adrian setelah kembali dari rumah paman. Rumah kami memang bersebelahan dengan rumah keluarga Adrian yang lain.
“Sudah. Urusan kamu sudah selesai?”
“Sudah. Biar gak rugi kayak waktu itu, aku sama paman sepakat buat lebih hati-hati sama hama. Terus nyari pupuk juga karena pupuk sekarang lagi mahal,” terangnya.
“Tapi semuanya bisa teratasi ‘kan?”
“Bisa, kok. Alhamdulilah ada Pak Asep. Kita selalu jadi prioritas di sini.” Aku ikut lega mendengarnya.
“Beneran bis akita tinggal ‘kan?”
“Kamu gak usah khawatir. Paman sudah biasa nanganin ini. Aku sering keluar kota dari dulu dan semuanya paman yang handle,” terang Adrian menenangkan. Ia pun mengusap lembut puncak kepalaku. Aku menjadi lega.
Meski hanya seorang guru privat, tapi Adrian punya banyak sekali urusan. Dia itu punya banyak usaha.
Walau berstatus sebagai bungsu, tapi ia adalah anak laki-laki satu-satunya di keluarga. Wajar kalau ia sangat diharapkan untuk membantu urusan ini dan itu.
Setelah memastikan semuanya aman, kami pun berpamitan pada orang tua untuk segera ke bandara.
Comments
Post a Comment